GAGAL

Perkenalan singkat antara aku dan dia hanya berlangsung selama 7 hari. Temanku, Firda mengenalkanku pada Sepupunya yang bernama Galih, dia berniat menjodohkanku dengan Galih. Perjodohan ini dilatarbelakangi karena dari semua teman-temanku hanya aku yang belum juga menikah apalagi usiaku sudah beranjak 25 tahun, sedangkan Galih, dia diminta oleh orang tua dan saudaranya untuk cepat menikah karena usianya sudah lebih dari 30 tahun dan juga sudah mapan. Awal perkenalan hanya sedikit obrolan saja, namun Galih sudah mengatakan “iya, saya mau”. Aku cukup terkejut dengan keputusannya yang terburu-buru dan ku jawab “datanglah kerumahku dan minta izinlah pada orang tuaku”, hanya itu yang mampu ku ucapkan karena bagaimanapun orang tuaku berhak mengetahui, mengenal dan memutuskan keinginan Galih untuk melamarku.

2 hari setelah itu, Galih menghubungiku dan berkata “aku dan kakaku akan bersilaturahmi kerumahmu”. Sebelumnya Ibuku sudah tau mengenai perjodohan ini dari Firda sendiri. Ibuku tidak berani mengambil keputusan karena Ayah sedang bekerja diluar kota. Aku dan Ibu menyambut kedatangan Galih dan Kakaknya. Mereka saling mengobrol satu sama lain dan menyampaikan niat Galih untuk melamarku. Ibu hanya bisa menjawab “aku menghargai niat baikmu dan keberanianmu ingin melamar Riska, tapi maaf aku belum bisa menjawabnya karena Ayah Riska masih diluar kota. Beliau sudah tau mengenai rencanamu dan beliau ingin langsung melihatmu setelah pulang dari luar kota”.

Galih sudah menyampaikan niatnya melamarku pada Ibu, dan akan datang kembali setelah Ayah pulang dari luar kota. Sebagai anak, aku mengikuti perkataan orang tua. Apalagi Ayah sudah berpesan padaku “kamu tidak boleh bertemu dengannya kecuali ada yang menemanimu”. Ayah seperti meprotek diriku dari hal-hal negatif dan suara-suara sumbang.

Akhirnya Ayah pulang dari luar kota dan esok harinya Galih datang kembali kerumahku bersama pamannya, yang ku ketahui pamannya itu adalah wali dari Galih karena Ayah Galih sudah meninggal. Tidak main-main niat Galih ingin melamarku, kali ini pamannya lah yang menyampaikan lamaran itu pada Ayahku. Aku hanya bisa duduk diam disamping ibu sambil mendengarkn percakapan Paman Galih dan Ayah. Ayah hanya menjawab “jika Riska mau dengan Galih, aku menyetujuinya”. Seolah Ayah memberikan keputusan besar padaku dan Aku merasa terjebak dalam tantanganku sendiri. Awalnya aku tidak setuju dengan perjodohan ini dan ku tantang Galih untuk menemui keluargaku. Tak disangka, dia benar-benar datang kerumahku menemui Ibu dan Ayah dengan niat melamarku. Padahal aku sama sekali tidak ada perasaan pada Galih karena ini terlalu singkat bagiku. Namun melihat keseriusan Galih dengan terpaksa aku mengiyakan bahwa aku mau dengannya.

Esok harinya aku diminta untuk menemui keluarga Galih. Aku tidak sendiri, aku ditemaini Firda dan sepupuku. Galih dan keluarganya menyambutku dengan hangat. Apalagi dengan Ibu Galih yang sangat senang dengan kedatanganku. Beliau memperlakukanku seperti menantunya sendiri, kami saling mengobrol dan satu hal yang ku ingat dari perkataan beliau “aku sangat berharap melihat Galih menikah sebelum aku tiada”. Aku sangat memahami kekhawatiran beliau saat usia beliau sudah mulai menua dan saat itu aku menjawab “doakan saja semoga kami berjodoh dan anda bisa melihat Galih menikah”, setidaknya jawaban itu sedikit mengobati rasa khawatir Ibu Galih.

Aku dan Galih sudah saling bertemu dengan keluarga masing-masing. Namun saat Galih akan melamarku secara resmi dia mengajukan Syarat yang membuat keluargaku kembali berdiskusi. Galih meminta setelah Lamaran resmi, 7 hari setelah itu kami harus menikah. Setelah keluargaku berdiskusi, Ayah memberi jawaban atas syarat dari Galih. Ayah tidak setuju dengan syarat Galih, namun agar lamaran ini tetap berjalan. Ayah meminta waktu 2 bulan setelah lamaran resmi untuk perkenalan dan persiapan lalu menikah. Pihak Galih berisi keras untuk tetap bertahan pada syaratnya dengan Alasan, Sang Paman tidak dapat berlama-lama dirumahnya dan harus pulang ke kampung halamannya. Dan Ayah juga tetap berisi kokoh pada permintaanya. Titik tengahpun tidak ditemukan antara kedua belah pihak.

Setelah itu Firda menyampaikan pesan padaku, kalau Galih sedang berlibur kesuatu tempat tanpa memberitahuku dan seharian penuh dia tidak menghubungiku, padahal hari-hari sebelumnya dia selalu bilang padaku jika dia mau pergi kesuatu tempat atau sekedar menanyakan kabarku. Aku mulai merasa, jika perjodohan ini tidak berjalan dengan lancar dan berbelit-belit. Aku meminta Firda untuk mengatakan pada Galih agar Galih besok bisa menemuiku di suatu untuk membicarakan sesuatu yang penting.

Aku sudah memutuskan dan keputusanku ini pun sudah diketahui oleh Ayah dan Ibu. Aku dan Galih akhirnya bisa bertemu ditemani Firda yang duduk jauh dari kamu. Aku menyampaikan apa yang ingin aku katakan padanya.

“Maaf jika apa yang aku sampaikan tidak sesuai keinginanmu”

Galih menatapku serius.

“Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan perjodohan ini dan tidak akan menerima lamaranmu”

Nampak Galih sedikit terkejut dengan keputusanku.
“Kenapa? Kamu mau kan sama aku?” Tanya Galih.

Aku menggeleng.
“Sebenarnya apa yang ku katakan saat itu hanya terpaksa saja, aku tidak ada rasa sama kamu”

“Tapi aku mau sama kamu Ris” jawab Galih.

Aku tersenyum sinis.
“Kamu mau karena terpaksakan? Karena dorongan dari keluargamu dan Ibumu. Kamu pun tidak ada rasa padaku, katamu mau tapi bukan berarti kamu cinta sama aku”

Galih terdiam.

“Seandainya kamu punya rasa cinta padaku, kamu tidak akan membiarkanku seharian tanpa kabar darimu. Kamu berlibur, sedangkan aku memikirkan solusi untuk permasalahan kita. Pihakmu dan pihakku sama-sama tidak menemukan titik tengah dan berisi keras mempertahankan keinginan masing-masing”

“Kemarin aku hanya ingin menenangkan diriku saja Ris, akupun lelah memikirkan solusi dari keinginan pihak keluarga kita” kata Galih membela dirinya.

Kembali aku tersenyum
“Tidak ada cinta diantara kita, karena itu tidak ada pihak yang mau mengalah. Aku hanya menuruti kemauan Ayahku, karena bagiku permintaannya adalah hal yang terbaik untuk kita. Persyaratanmu seolah, kamu memikirkan dirimu saja. merubah statusmu tanpa pikir panjang dan tidak memikirkan aku”

“Oke, kalau aku menerima kemauan Ayahmu. Apa kamu mau menarik kembali keputusanmu?” Tanya Galih.

Aku menatapnya lekat, tidak terfikir oleh ku Galih seseorang yang memang egois dan menganggap remeh setiap apa yang dia putuskan.
“Menikah bukan menyatukan aku dan kamu, tapi dua keluarga pun harus disatukan. Namun jika tidak ada rasa cinta dalam suatu hubungan dan akhirnya tidak bahagia untuk apa terus dilanjutkan”

“Ku mohon Ris tarik keputusanmu dan menikahlah denganku” pinta Galih.

“Ayah meminta 2 bulan untuk perkenalan dan persiapan, tapi aku berubah pikiran. Mungkin 1 tahun cukup bagiku untuk mengenal dan mempersiapkan semuanya”

Galih berdiri dari tempat duduknya dan melotot padaku.
“Apa, 1 tahun. Kamu gila, usiaku sudah lebih dari 30 tahun” seru Galih.

Aku akhirnya tertawa melihat sifat Galih yang sebenarnya.
“Benarkan? Kamu hanya memikirkan dirimu saja. Sudah jelas, egomu lebih tinggi dari hati dan fikiranmu” kataku sambil berdiri.

“Aku berfikir logis Ris” sahutnya.

“Cukup Lih, kamu sedari tadi hanya melakukan pembelaan atas dirimu saja. Kamu harus tau Wanita tidak hanya ingin dicintai oleh laki-laki yang dicintainya tapi dia pun juga ingin diperjuangkan olehnya. Mengerti kan maksudku?” Aku lalu pergi meninggalkan Galih.

“Bagaimana aku bisa mencintai seorang wanita, jika tidak satupun wanita mau padaku” seru Galih dan berhasil menghentikan langkahku.

“Kamu harus percaya, suatu hari akan ada wanita yang mencintaimu asalkan kamu membuang semua egomu itu” sahutku saat sudah berbalik menghadap Galih.

Galih terdiam.

“Terima kasih untuk semuanya dan Maaf aku harus memutuskan perjodohan dan membatalkan lamaranmu, semoga kamu mendapatkan yang terbaik” kataku sebelum kembali pergi meninggalkan Galih.

Firda ikut berdiri dari tempat duduknya saat aku menghampirinya.
Aku menggeleng dan tersenyum.
“Terima kasih, tapi sepertinya untuk saat ini aku lebih nyaman sendiri dulu. Maaf jika mengecewakan kamu” kataku.

“Tidak apa Ris, itu artinya kalian tidak berjodoh. Suatu hari pasti akan ada jodoh yang menghampiri kalian” jawab Firda sambil menepuk pundaku.

END

#zerotohero #nyata #cerpen #cinta #

Tinggalkan komentar